Laman

Rabu, 29 Juli 2015

Sudah Kelas 12 Ceritanya

Saya termakan oleh 'keformalan' blog ini, jadi tiba-tiba saja saya ingin menggunakan kata 'saya' sebagai kata ganti pertama daripada 'aku' atau 'gue'.

Jadi gini, blog ini emang udah lama nggak keurus gara-gara selain kita udah kelas 12, kita udah nggak ada lagi pelajaran kewirausahaan yang mengharuskan untuk membuat blog ini sebagai pemenuhan tugas harian.

Ngomong-ngomong saya dan teman-teman masih belum tau apa nama kelas kita untuk kelas 12. Dan omong-omong juga saya diam-diam nulis di sini karena greget, banyak yang ngunjungi (saya nggak tau apa-apa untuk masalah jumlah yang cukup fantastik itu) tapi kok nggak diisi-isi lagi. Jadi (lagi), saya iseng menulis ini. Ya saya hanya berpikiran untuk membaca ulang tulisan-tulisan di sini ketika saya kuliah dimanapun nanti. Saya terlanjur nyaman di kelas ini (tergantung juga sih, mood saya naik turun).


Saya agak bingung mau menceritakan apa selain kita udah kelas 12.

Mungkin dimulai hari senin saja.

Hari senin yang indah dan saya hampir telat. Hampir loh. Saya masih tau diri untuk nggak telat di hari pertama tahun ajaran baru. Adik-adik yang MOS udah berjejer di lapangan dengan pernak-pernik aneh mereka.

Lucu. Saya jadi ingat jaman saya MOS SMP yang sangat gembel (kalau SMA saya cukup bersyukur karena angkatan kami MOS dalam kapasitas 'wajar').

Saya nggak akan nyeritain gimana jalannya MOS berlangsung karena itu pasti sangat membosankan. Yang akan saya ceritakan adalah bagaimana teman saya ikut MOS itu. Iya, teman sekelas saya, anak kelas 12 jadi peserta MOS. Ntahlah, itu menjadi hal baru bagi saya.

Aneh. Awalnya saya nggak sadar kalau anak itu nggak masuk kelas. Bahkan saya nggak nyadar ada yang aneh di pagi itu di antara adik adik manis yang MOS bahwa ada satu (atau dua katanya) kakak kelas yang nyelip bak upil.

Teman kita ini, sebut aja Mamas. Nggak usah tanya nama aslinya karena nggak nyambung menurut saya. Mamas ini masuk lengkap dengan seragam putih biru yang katanya punya adiknya, tapi muat di badan dia. Dia juga buat atribut MOS dan benar-benar menganggap dirinya seorang bocah berumur 14-15-16 tahun yang baru lulus SMP.

Saya sempat pangling. Saya kira adiknya.

Komentar Mamas saat itu cuma : Ternyata susah-susah dikit ya gaul sama mereka, mungkin karena umur kita juga udah 17. Kira-kira begitu.

Sampai hari ini, hari ketiga, kabar Mamas yang ikut MOS (lagi) dan terkuak saat mau demo ekskul menjadi trending topic bagi adik-adik kelas, terlebih yang udah dorong-dorong Mamas sambil bilang : "eh, cepetan lu!"

Sampai saat ini saya nggak tahu alesan pasti kenapa anak itu ngelakuin hal yang sama itunya.

Hari kedua cukup menggemparkan juga.

Kelas kami ganti wali kelas. Ibu guru muda yang ngajar matematika. Benar ibu guru muda, umurnya nggak sampai 30 tahun. Paras cantik, kulit putih. Sayang, udah punya anak. Eh, nggak sayang juga sih. Saya sama teman saya Anis Suryani jadi sering bertanya-tanya: "gimana wajahnya anak bu 'walas'?"

Hari Ketiga nggak ada yang cukup menggemparkan selain kemunculan guru-guru baru. Bukan baru juga sebenarnya, hanya saja ini pertama kalinya saya diajar mereka.

Ini tumben sekali saya nggak ngantuk di pelajaran fisika. Jadi, fisika ini gurunya berbeda dengan kelas sebelas. Guru yang ini menjelaskannya nggak cepat (menurut saya kelambatan malah), tapi ada suatu aura yang muncul.

Ntah kenapa bikin saya pengen ketawa.

Hal yang menurut saya lucu saat pelajaran fisika tadi, hari ini adalah kami belajar tentang gelombang mekanik dalam sub-bab pengertian. Lalu bertanyalah bapak guru ini kepada kami, kira-kira begini (agak saya ringkas):

Bapak guru : (mengetuk-ngetukkan spidol di atas meja) ini kenapa bunyi?
Anak-anak pintar yang saya nggak tau siapa yang jawab : karena ada rambatan...
Bapak guru : karena diketok (atau dipukul, saya lupa lagi)

Lalu hening. Sepersekian detik kemudian pada tertawa. Saya hampir berteriak "LELAH" kalau nggak tahu malu.

Jadi, ini kira-kira yang saya dan teman-teman saya alami saat H+3 tahun ajaran baru.

Lelah, tugas sudah menumpuk.

Pulang sore pula.

Lelah.

Padahal sekolah udah gratis tapi masih ngeluh.

Lelah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar